oleh : Ima Rahmatul K
Komunikasi Penyiaran Islam '15
Pada mulanya Tasawuf sudah ada sejak zaman Rasulullah Saw karena
pada saat itu sudah ditemukan praktik-praktik tasawuf oleh para sahabat sebagai
perwujudan ikhtibat Al-Qalb (khudlu’ dan khusyunya hati untuk mencapai derajat
ihsan. Namun nama tasawuf muncul ketika pada masa Tabi’in lalu tasawuf sebagi
ilmu tumbuh dan berkembang pesat pada masa keemasan Islam yaitu pada masa
dinasti Abbasiyah. Kemudian sepanjang abad ke-18, ke-19, dan ke-20 kaum sufi
merupakan roda penggerak umat islam bukan hanya di Indonesia tetapi di Asia dan
Afrika juga. Kaum sufi ini masing-masing tergabung dalam kelompok-kelompok
tarekat.
Pada masa itu kaum sufi beraksi di banyak negara pada masa
penjajahan, melawan usaha kolonial yang hendak menggulingkan penjajahan Islam.
Seperti kebangkitan di Maroko para kaum sufi terlibat jauh dalam gerakan politk,
dan membangun kembali masyarakat serta pemerintahan Islam di Libya,
gerakan-gerakan tersebut sebagian besar dilakukan oleh para anggota tarekat
Sanusiyah. Pada saat ini, kaum sufi di identikan dengan menjauhkan diri dari
dunia, fokus terhadap akherat dan penyatuan dirinya dengan Tuhan. Sedangkan
gerakan politik dan pemerintahan termasuk kedalam urusan dunia, tetapi
gerakan-gerakan tersebut bertujuan untuk pembaruan terhadap masyarakat dan mempertahankan
pemerintahan dengan nilai-nilai syari’at Islam.
Seiring dengan kebangkitan Islam secara spiritualitas pada abad
ke-19 ilmu pengetahuanpun ikut bangkit. Semakin maju ilmu pengetahuan semakin
jauh pula manusia dengan dunia spiritualitas. Bisa dikatakan bahwa pada abad
ke-19 tersebut berkembangnya dsiplin ilmu tasawuf tetapi bisa dikatakan juga
bahwa pada abad ke-19 adalah awal dari berkurangnya minat untuk menjadi sufi.
Pada era modern ini sangat sulit untuk mempertahankan tasawuf,
seperti yang diungkapkan oleh Azyumardi Azra bagi sementara kalangan muslim,
sufisme atau tasawuf tidak relevan dengan kemoderenan. Bahkan dipandang sebagai
hambatan bagi kaum muslim dalam mencapai modernitas dalam berbagai kemajuan
dalam berbagai lapangan kehidupan. Berbeda dengan masa awal tasawuf lahir dan
berkembang menjadi pelopor penggerak umat Islam bahkan dalam bidang politik.
Pada masa modern ini sufisme atau tasawuf dipandang sebagai hambatan untuk
mencapai sesuatu bersifat duniawi. Mereka juga memandang bahwa praktik tasawuf
bercampur dengan bid’ah, khurafat, takhayul, dan taqlid buta kepada pimpinan
tasawuf dan tarekat.
Hal tersebut tentu saja perlu dikaji ulang, ilmu tasawuf dan
sufistik sangat diperlukan pada era modern ini. Zuhud dan neo-sufisme adalah
ilmu tasawuf yang mengimbangi antara tasawuf dan era modern. Dalam sejarah
mencatat bahwa kaum sufi adalah penggerak kebangkitan Islam dan berperan
penting dalam politik, namun kebanyakan orang memandang tasawuf tidak bisa
bertahan di era modern, di Indonesia sendiri budaya Budaya Barat mulai
mendominasi dan masyarakat Indonesia mengalami krisis spritual, oleh karena itu
ilmu tasawuf perlu diterapkan pada era
modern ini, agar moral bangsa Indonesia tidak rusak.
Zuhud, melahirkan sikap menahan diri, memanfaatkan harta, untuk
kepantngan produktif. Dengan demikian, zuhud dapat dijadkan benteng untuk
membangun diri dari dalam sendiri, terutama dalam menghadapi gemerlapnya
materi. Karena dari sikap zuhud akan melahirkan sifat positf lainnya, seperti
qanaah, menerima apa yang telah dimiliki), tawakkal (pasrah kepada Allah), wara
(tidak makan barang syubhat) sabar, syukur, khlas dan ridha.
Betapa efektifnya jika setiap manusia di era modern ini
mengapllikasikan sifat zuhud. Karena pada saat ini banyak manusia yang sudah
tidak bermoral. Karena harta mereka rela menjatuhkan harga dirinya, saling
memfitnah dan mengadu domba satu sama lain

Belum ada tanggapan untuk "Akankah Tasawuf bertahan di Era Modern ini???"
Posting Komentar